MAKALAH
VEKTOR
PENGENDALIAN
NYAMUK AEDES
Disusun oleh
Nama : Fauzan Anditya Hafids
NIM : P07133115011
Kelas : Regular A/Hiegiene 1
Semester : 3
Jurusan
Kesehatan Lingkungan
Polteknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya panjatkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang saya beri judul “Pengendalian Nyamuk
Aedes”.
Adapun makalah ilmiah biologi tentang "Pengendalian Nyamuk Aedes" ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya saya mengharapkan semoga dari makalah ilmiah tentang "Pengendalian Nyamuk Aedes" ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca, saya tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Adapun makalah ilmiah biologi tentang "Pengendalian Nyamuk Aedes" ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya saya mengharapkan semoga dari makalah ilmiah tentang "Pengendalian Nyamuk Aedes" ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca, saya tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Yogyakarta,
17 November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada
hewan maupun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya
mutlak memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakitnya. Salah satu
penyakit yang mempunyai vektor nyamuk adalah Demam Berdarah Dengue.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas
daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Penyakit demam yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti selain demam
berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang
dikenal sebagai Cikungunya (Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha, 2008).
Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di
dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih
jarang kontak dengan manusia. Menurut WHO tahun 2006, Indonesia pernah
mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu
95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %).
Nyamuk Aedes aegypti
dianggap sebagai salah satu spesies vektor nyamuk yang paling penting di dunia
karena mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap infeksi virus. Hal tersebut
menyebabkan Aedes aegypti dapat menimbulkan
penyakit epidemi pada manusia, termasuk demam berdarah, chikungunya, dan demam
kuning. Khususnya, nyamuk spesies ini dianggap sebagai vektor utama penyebab
terjadinya penyakit demam berdarah dengue (DBD) (Saifur et al., 2012).
Berbagai upaya pengendalian vektor DBD telah dilakukan akan tetapi belum
mampu menurunkan angka kejadian demam berdarah di masyarakat . Hasil beberapa
penelitian menunjukkan adanya resistensi nyamuk Ae.aegypti terhadap
insektisida dan penemuan trans ovari, sehingga semakin kompleks permasalahan
upaya pengendalian vektor DBD. Program pengendalian Aedes sp. di
berbagai negara termasuk Indonesia pada umumnya kurang berhasil, karena hampir
sepenuhnya bergantung pada pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk
dewasa. Hal ini membutuhkan biaya besar (5 milyar per tahun), menimbulkan
resistensi vektor akibat dosis yang tidak tepat, dan tidak berdampak panjang
karena jentik nyamuk tidak mati (Baskoro T, 2007). Beberapa penelitian juga
telah melaporkan resistensi Ae. aegypti terhadap beberapa insektisida
seperti organofosfat, malathion, Allethrin, Permethrin, dan Cypermethrin
(Astari S, 2005).
Salah satu metode pengendalian Aedes aegypti tanpa insektisida
yang berhasil menurunkan densitas vektor dibeberapa negara adalah penggunaan
perangkap telur (ovitrap). Alat ini dikembangkan pertama kali oleh Fay dan
Eliason (1966), kemudian digunakan oleh Central for Diseases Control and
Prevention (CDC) dalam surveilans Ae. aegypti. Modifikasi ovitrap
dengan menambahkan zat atraktan terbukti dapat meningkatkan jumlah telur yang
terperangkap (Polson et al., 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi
nyamuk Aedes aegypti ?
2. Bagaimana siklus
hidup nyamuk Aedes aegypti ?
3. Bagaimana cara
pengendalian nyamuk Aedes aegypti ?
C. Tujuan
1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan
pengendalian nyamuk Aedes aegypti.
2. Mengetahui siklus hidup dan
morfologi nyamuk Aedes aegypti.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi ilmiah dari nyamuk Aedes aegypti
1. Kerajaan : Animalia
2. Filum : Arthropoda
3. Kelas : Insecta
4. Ordo :
Diptera
5. Famili : Culicidae
6. Genus : Aedes
7. Upagenus : Stegomyia
8. Spesies : Aedes aegypti
B. Morfologi nyamuk
1. Telur
Telur Aedes aegypti berukuran
0,5 – 0,8 mm, berwarna hitam, bulat panjang dan berbentuk oval. Di alam bebas,
telur nyamuk terdapat pada air dan menempel pada dinding wadah atau tempat
perindukan nyamuk sejauh kurang lebih 2,5 cm. Setiap kali bertelur nyamuk
betina mengeluarkan telur sebanyak 100 butir perhari apabila berada pada tempat
yang kering (tanpa air). Telur nyamuk Ae. aegypti di alam
tidak mudah dilihat/tidak nampak dengan jelas, dikarenakan telur-telur ini
menempel pada dinding bejana. Tetapi akan tampak lebih jelas bila telur menempel
pada "ovitrap" yang terbuat dan kain dan dilihat dibawah sinar yang
terang.
2. Larva
Nyamuk Aedes
aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu- bulu sederhana yang
tersusun bilateral simetris. Jentik ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya
mengalami empat kali pergantian kulit (tingkatan) yang biasa disebut instar dan
terdiri dari instar I, II, III, IV. Jentik instar I, tubuhnya sangat kecil,
warna transparan, panjang 1 – 2 mm, duri- duri (spinae) pada dada (thorax)
belum begitu jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Jentik
instar II bertambah besar, ukuraan 2,5 – 3,9 mm, duri dada belum jelas, dan
corong pernafasan sudah berwarna hitam. Jentik instar IV telah lengkap struktur
anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada
(thorax),dan perut (abdomen).
Pada
bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri- duri,
dan alat- alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar
dan terdapat bulu- bulu simetris. Perut tersusun atas delapan ruas. Pada ruas
perut kedelapan, ada alat untuk bernafas yang disebut corong. Corong pernafasan
tanpa duri- duri, berwarna hitam dan ada seberkas bulu- bulu (tuft). Ruas
kedelapan juga dilengkapi dengan seberkas bulu- bulu sikat (brush) dibagian
ventral dan gigi- gigi sisir (comb) yang berjumlah 15 – 19 gigi yang tersusun
dalam satu baris.
Gigi- gigi
sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Jentik ini tubuhnya langsing
dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
Larva/jentik
nyamuk Ae.aegypti lebih senang hidup pada air jernih seperti air
dalam pot bunga dan bak mandi tetapi tidak begitu senang pada penampung
air seperti bak meteran PAM sekalipun airnya jernih, ternyata
pada tempat seperti ini lebih sering ditemukan larva/jentik dari nyamuk culex.
Sepintas bentuk luar jentik sukar untuk dibedakan dengan jentik-jentik lain
yang ditemukan, bagi yang sudah ahli ukuran, warna serta gerakkannya dapat
dipakai untuk mengidentifikasi larva tersebut. Sebab jentik Aedes lebih kecil
dan lebih transparan bila dibandingkan dengan jentik culex.
3. Pupa
Pupa
nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala - dada
(chepalothorax) lebih besar apabila dibandingkan dengan besar perutnya,
sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada
terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut kedelapan terdapat
sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut
berjumbai panjang dan bulu di nomor tujuh pada ruas kedelapan tidak bercabang.
Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila
dibandingkan dengan jentik. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang
permukaaan air.
4. Nyamuk
Dewasa
Nyamuk Aedes
aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat
mulut nyamuk betina tipe penusuk/pengisap dan termasuk lebih menyukai manusia
(anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga
tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan
tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe pilose.
Dada
nyamuk ini tersusun dari tiga ruas porothorax, mesothorax dan metathorax.
Setiap ruas dada terdapat sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia
(betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas- ruas kaki terdapat gelang- gelang
putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada
bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda- noda hitam. Bagian
punggung (mesontuim) ada gambaran garis- garis putih yang dapat dipakai untuk
membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Aedes aegypti
berupa sepasang garis lengkung putih pada tepinya dan sepasang garis submedian
di tengahnya.
Perut
terdiri dari 8 ruas dan pada ruas- ruas tersebut terdapat bintik- bintik putih.
Waktu istirahat posisi nyamuk Aedes aegypti ini tubuhnya sejajar dengan
bidang permukaan yang dihinggapinya. Nyamuk Ae. aegypti (dewasa)
sangat berbeda dengan nyamuk jenis lainnya, sebab warna dari nyamuk ini lebih
hitam bila dibandingkan warna nyamuk jenis lain, misalnya culex. Dan bisa
diketahui dengan cepat dari kaki belakangnya. Dimana kaki belakang nyamuk ini
jelas sekali belang hitam putih. Dari pengalaman pengamatan, populasi nyamuk
ini tidak begitu padat, bila dibandingkan dengan nyamuk culex, walaupun di daerah
itu endemis DBD. Sekalipun nyamuk ini tergolong "gesit" tapi sering hinggap
pada umpan manusia.
C. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Aedes
aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang
hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk
betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein yang diperlukannya untuk memproduksi dan mematangkan telur. Nyamuk
jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun
tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam
atau merah.
Infeksi
virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah
pada peningkatan kompetensi
vektor, yaitu
kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk
kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscisnya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk
berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus
menjadi semakin besar.
Di
Indonesia, nyamuk ini umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, dimana
terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh
karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A.
albopictus
yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Secara
bioekologis nyamuk mempunyai dua habitat yaitu aquatic (perairan) untuk
fase pradewasanya (telur, larva dan pupa), dan daratan atau udara untuk
serangga dewasa. Walaupun habitat nyamuk di daratan atau udara, namun juga
mencari tempat di dekat permukaan air untuk meletakkan telurnya. Bila telur
yang diletakkan itu tidak mendapat sentuhan air atau kering masih mampu
bertahan hidup antara 3 bulan sampai satu tahun.
D. Perilaku Mencari Darah
1. Mempunyai perilaku makan yaitu
mengisap nectar dan jus tanaman sebagai sumber energinya.
2. Setelah kawin, nyamuk betina
memerlukan darah untuk bertelur.
3. Nyamuk betina menghisap darah
manusia setiap 2 – 3 hari sekali.
4. Menghisap darah pada pagi hari
sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00 – 12.00 dan jam 15.00 – 17.00.
5. Untuk mendapatkan darah yang cukup,
nyamuk betina sering menusuk lebih dari satu orang.
6. Jarak terbang nyamuk sekitar 100
meter.
7. Umur nyamuk betina dapat mencapai
sekitar 1 bulan.
8. Perilaku
Pada Saat Istirahat
9. Setelah kenyang menghisap darah,
nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2–3 hari untuk mematangkan telur.
10. Tempat istirahat yang disukai :
-
Tempat-tempat
yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC
-
Di
dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai
-
Di
luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
E. Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk
Aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air
bersih seperti tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari ; bak mandi,
WC, tempayan, drum air, bak menara (Tower air) yang tidak tertutup, sumur gali,
dan lainnya. Wadah yang berisi air bersih atau air hujan, tempat minum burung,
vas bunga, pot bunga, ban bekas, potongan bambu yang dapat menampung air,
kaleng, botol, tempat pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang
dapat menampung air meskipun dalam volume kecil.
Telur
diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan
air. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir
telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir. Telur ini di tempat kering (tanpa
air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan menetas menjadi jentik setelah
sekitar 2 hari terendam air. Jentik nyamuk setelah 6 – 8 hari akan tumbuh
menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi
tidak makan dan setelah 1– 2 hari akan memunculkan nyamuk Aedes Aegypti yang baru.
F. Peranannya dalam Kesehatan
Aedes
aegypti merupakan
jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.
Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow
fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua
daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti
merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus
menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota.
G. Pengendalian Nyamuk A. aegypti
Cara yang
hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran
penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran
vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu
menguras, menutup, dan mengubur.
Beberapa
cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara
lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Toxorhyncites
sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam
mengurangi penyebaran virus dengue. Penggunaan insektisida yang berlebihan
tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh
berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan
insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga
mempersulit penanganan di kemudian hari.
Cara
pengendalian secara kimiawi untuk masa pra dewasa (larva atau jentik) dilakukan
dengan penaburan bubuk "Abate" pada tempat-tempat yang memungkinkan
untuk perindukan, antara lain bak mandi, drum air, tempayan sebagai penampungan
air, pot/vas bunga dan lain-lainnya. Tetapi di samping cara tersebut diperkenalkan
cara yang lebih aman, murah dan sederhana. Cara ini adalah yang disebut dengan
Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN). Dalam pelaksanaannya PSN akan melibatkan orang
banyak, sehingga menuntut lebih banyak peran serta masyarakat. Yaitu setiap
anggota masyarakat harus mengupayakan mengupayakan secara terus menerus agar
lingkungannya tidak mungkin menjadi tempat perindukan nyamuk. Antara lain
dengan cara membersihkan/ menguras setiap tempat penampungan air
setidak-tidaknya satu kali dalam satu minggu.
Sedangkan
untuk pengendalian nyamuk dewasa, kiranya sudah lama beredar dan dikenal di
masyarakat yaitu dengan cara fogging (dikenal dengan penyemprotan atau
pengasapan) menggunakan Malathion. Cara ini hasilnya memang cukup
menggembirakan dalam arti dapat menurunkan kepadatan nyamuk, oleh sebab itu
cepat mendatangkan ketentraman bagi masyarakat dikarenakan tidak terdengar lagi
bunyi nyamuk terbang dan tidak diganggu oleh gigitan nyamuk. Pengasapan
biasanya dilakukan baik oleh pihak pemerintah/swasta setelah terjadi kasus
demam berdarah. Namun ada beberapa komplek perumahan, atau kelompok pemukiman
penduduk yang melakukan penyemprotan secara teratur, sekalipun di daerah
tersebut tidak ditemukan kasus DBD. Hal ini dilakukan supaya penduduk terjamin
bebas demam berdarah dan berjaga-jaga sebelum terjadi wabah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nyamuk
Aedes aegypti dianggap sebagai salah satu spesies vektor nyamuk yang
paling penting di dunia karena mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap
infeksi virus. Hal tersebut menyebabkan Aedes aegypti dapat
menimbulkan penyakit epidemi pada manusia, termasuk demam berdarah,
chikungunya, dan demam kuning. Salah satu metode pengendalian Aedes aegypti
tanpa insektisida yang berhasil menurunkan densitas vektor dibeberapa
negara adalah penggunaan perangkap telur (ovitrap). Pengendalian vektor nyamuk
Ae. Aegypti juga dapat dilakukan dengan menggunakan lingkungan, biologis,
maupun secara kimiawi.
B. Saran
Dalam
pengendalian vektor nyamuk disarankan agar masyarakat dapat melaksanakan
metode pengendalian yang secara tepat,yaitu dilakukan pengendalian secara fisik
dengan metode PSN (pemberantasan sarang nyamuk) khususnya 3M ,karena
kegiatan tersebut tergolong kegiatan murah dan mudah bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Widyastuti, Umi. 2009. “Pengendalian nyamuk Aedes Aegypti menggunakan Mesocydops Aspericornis melalui Partisipasi Masyarakat.” 109. (2),
563-566.
Hasyimi, M. 1993. “Aedes aegypti sebagai Vektor Demam Berdarah
Dengue Berdasarkan Pengamatan di Alam.” 3. (3), 16-18.
Dwi Nugroho,
Arif. 2011. “Kemas 7.” (1), 91-96.
Perumalsam, Haribalan. 2009.
Larvicidal Activity of Compounds Isolated from Asarum heterotropoides Against
Culex Pipiens Pallens, Aedes aegypti, and Ochlerotatus togoi (Diptera:
Culicidae). Journal of Medical Entomology, 46(6):1420-1423